Assalamualaikum (السلام عليكم as-salāmu 'alaykum)
Bismillah ya semoga bisa mulai rutin lagi ngeblog. Sejujurnya ku kangen, cuma karena manajemen waktu yang masi amburadul, deadline kantor yang semakin menghimpit serta tergiurnya jari ini untuk scroll sosmed membuat mood ngeblog terjut bebas haha.
Sejujurnya bagi ku ngeblog membantu waktu punya bayi biar ga baby blues, ngeblog juga sebagai saran aku mencurahkan pikiran, ide dan ipini-opini yang berseliweran di otak sekaligus jurnal bertumbuh menjadi manusia. Soo, bahas apa kita pada postingan kali ini?
Ku baru tahu loh ternyata ada hal-hal yang tidak sepatutnya kita obrolin ke anak
Berhubung ku punya anak yang lumayan overthinking, banyak hal yang ternyata harus dibatasi untuk hal-hal yang boleh atau tidak boleh diceritakan ke anak. Jadi apa saja sih hal-hal yang sebaiknya dihindari ketika ngobrol ke anak terutama untuk anak-anak dibawah 12 tahun?
Masalah Keuangan
Sebenarnya, tidak ada salahnya berbagi cerita agar anak-anak memahami kondisi keuangan keluarga. Namun, kita juga perlu berhati-hati: bila terlalu detail membagikannya, dikhawatirkan anak justru kehilangan fokus pada masa bermain dan belajar, serta merasa terbebani oleh persoalan yang seharusnya belum menjadi tanggung jawab mereka. Namun, sharing masalah keuangan baik mengenai pengelolaan pengeluaran sehari-hari, perencanaan pendidikan, maupun kebutuhan keluarga lainnya sebenarnya bisa menjadi pembelajaran berharga untuk anak. Dengan cara yang tepat dan disesuaikan dengan usia, anak dapat belajar tentang arti kesederhanaan, pentingnya menabung, serta bagaimana menghargai setiap usaha orang tua.
Masalah Rumahtangga
Berbagi tentang masalah rumah tangga boleh saja dilakukan dalam bentuk sederhana agar anak belajar arti kerja sama, kompromi, dan menghargai pasangan. Namun, bila dibagikan terlalu detail, anak bisa merasa bingung, cemas, atau bahkan berpihak pada salah satu orang tua.
Masalah dengan Anggota Keluarga Lain
Sedikit berbagi tentang dinamika dengan keluarga besar bisa membantu anak memahami pentingnya menjaga silaturahmi dan menghargai perbedaan. Tetapi jika terlalu jauh diceritakan, anak bisa merasa tidak nyaman atau meniru sikap negatif terhadap kerabat.
Opini politik pribadi
Menyampaikan secara ringan tentang sistem pemerintahan atau demokrasi bisa mendidik anak agar kritis. Namun, jika terlalu menekankan opini politik pribadi, dikhawatirkan anak menjadi bias sejak dini atau merasa terbebani dengan perbedaan pandangan orang dewasa.
Perjuangan orang tua
Membagikan kisah perjuangan hidup orang tua dapat menumbuhkan rasa hormat, empati, dan motivasi anak untuk berusaha. Tapi, bila diceritakan dengan terlalu berat, anak bisa merasa tertekan seolah harus membalas jasa dengan cara tertentu.
keritik penampilan orang
Mengajak anak berbicara soal pentingnya merawat diri bisa memberi edukasi. Namun, jika dilakukan dengan mengkritik penampilan orang lain, anak bisa meniru pola body shaming atau menilai orang hanya dari fisiknya.
Gosip
Sekadar membedakan mana informasi penting dan mana yang tidak bisa jadi latihan berpikir kritis. Tapi jika orang tua sering berbagi gosip, anak bisa terbiasa menilai orang dari cerita sepihak dan tumbuh dengan pola komunikasi negatif.
Trauma
Berbagi trauma dalam porsi kecil dan sesuai usia bisa menumbuhkan empati serta memberi pelajaran berharga. Namun, jika detail trauma terlalu dalam dibagikan, anak berisiko ikut terbebani, takut, atau bahkan mengalami luka psikologis sekunder.
Insecurity orang tua
Menunjukkan bahwa orang tua juga manusia yang punya rasa kurang bisa membantu anak belajar empati dan menerima ketidaksempurnaan. Tapi bila berlebihan, anak bisa ikut tumbuh dengan rasa tidak percaya diri yang sama.
Berbagi cerita dengan anak memang merupakan salah satu bentuk komunikasi yang penting dalam keluarga. Dengan cara ini, anak bisa merasa lebih dekat, memahami realitas hidup, serta belajar tentang nilai-nilai kehidupan dari pengalaman orang tuanya. Namun, setiap topik memiliki batasan yang perlu dijaga. Masalah keuangan, rumah tangga, dinamika dengan keluarga lain, opini politik pribadi, perjuangan hidup, hingga sisi rapuh orang tua seperti trauma dan insecurity, semuanya bisa menjadi bahan edukasi bila disampaikan secara bijak, sederhana, dan sesuai usia anak.
Yang perlu diingat, anak-anak sedang berada pada fase tumbuh kembang yang menuntut rasa aman, kesempatan untuk bermain, belajar, serta membangun percaya diri. Jika orang tua membagikan masalah terlalu detail atau terlalu berat, maka yang muncul bukan pemahaman, melainkan beban psikologis yang dapat memengaruhi pola pikir dan perkembangan emosional mereka. Sebaliknya, dengan porsi yang tepat, cerita-cerita tersebut justru bisa menjadi sarana menanamkan nilai positif seperti empati, tanggung jawab, kesederhanaan, kerja keras, serta kemampuan membedakan mana hal yang patut diteladani dan mana yang sebaiknya dihindari.
Tetap semangat semuaaa membersamai anak 💖
Tidak ada komentar:
Posting Komentar